Sosiolog David McClelland berpendapat,”Suatu negara bisa menjadi makmur bila ada entrepreneur (pengusaha) sedikitnya 2% dari jumlah penduduknya”
Technopreneur saat ini menjadi tulang punggung kemajuan berbagai Negara di berbagian belahan dunia. Negara-negara seperti Cina, Malaysia, dan Singapura merupakan sebagian kecil Negara yang telah menerapkan entrepreneur di bidang teknologi ini sebagai tulang punggung perekonomian Negara. Hal tersebut merupakan fakta-fakta kasat mata apabila di analisis lebih jauh lagi.
Berdasarkan data yang ada, jumlah entrepreneur di Indonesia baru mencapai 0,2% dari jumlah penduduknya. Sebagai perbandingan perbandingan entrepreneur di Malaysia berjumlah 3%, Singapura 7,2%, dan Cina 10%. Tidak dapat ditampik bahwa keberadaan technopreneur sebagai sub bagian dari entrepreneur merupakan aktivitas di sektor riil yang berkembang pesat disetiap Negara maju. Bukti tersebut menunjukkan adanya sebuah tantangan nyata yang bersifat global.
Industri yang inovatif menjadi kunci utama dari keberhasilan pembangunan di suatu Negara. Dengan munculnya technopreneur, pergerakan ekonomi akan menjadi cepat dan dinamis. Keberadaan technopreneur dapat menopang ekonomi rakyat sehingga kesejahteraan akan lebih mudah terwujud.
Di Indonesia jumlah entrepreneur baru mencapai 0,2% dari jumlah penduduknya. Kondisi ini dipandang sebagai sesuatu yang memprihatinkan. Dengan fakta seperti ini, sulit bagi Indonesia untuk mampu bersaing dengan negara-negara lain. Jika ingin memajukan perekonomian, maka diperlukan 1,8 % lagi entrepreneur dari jumlah penduduknya yang ada. Oleh karena itu diperlukan sebuah percepatan untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Technopreneur merupakan solusi percepatan yang memungkinkan sebuah adanya beragam inovasi.
Technopreneur menjadi hal yang perlu untuk dipertimbangkan untuk membangkitkan bangsa ini dari keterpurukan yang panjang. Realita yang terjadi bahwa teknologi terutama di bidang IT saat ini menjadi kebutuhan yang utama dan pertama diberbagai belahan dunia. Kebutuhan teknologi dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan yang tajam dan signifikan seiring dengan pertumbuhan penduduk di setiap Negara. Dengan melihat sedemikian besarnya jumlah konsumen, tentu akan terbuka lebar peluang mencari profit untuk negara yang mampu menguasai teknologi . Mau ataupun tidak, tentunya Indonesia harus mampu untuk mengambil peluang besar yang terbelalak di depan mata ini.
Jika dikaitkan dengan keadaan Indonesia saat ini, terlihat jelas bahwa Indonesia saat ini masih belum siap untuk menyambut dan menyapa datangnya era kemajuan teknologi ini. Secara logis dapat disimpulkan juga bahwa technopreneur di Indonesia pun masih kurang berkembang. Dengan kondisi ini juga dapat dipastikan bahwa peluang kesiapan untuk menghadapi era globasasi terlalu kecil. Hal tersebut bisa disebabkan kurangnya perhatian pemerintah maupun sumber daya manuasia yang ada. Bisa jadi pemerintah tidak terlalu menanggapi dengan serius keadaan ini, namun bisa juga disebabkan sumber daya manusianya yang masih berperilaku konsumtif dan kurang produktif.
Keadaan yang ada saat ini perlu menjadi evaluasi besar bagi pemerintah, bahwa mental technopreneur sumber daya manusia yang ada belum terbentuk. Perilaku konsumtif masih terlalu dominan dan produktifitas tidak begitu mapan. Jika kondisi seperti ini dibiarkan berlarut, maka bisa dipastikan Indonesia akan berada dalam kondisi yang terpuruk untuk 15 tahun kedepan. Perlu adanya sebuah inovasi dari pemerintah untuk mengatasi permasalah seperti ini.