RESUME AQIDAH ISLAMIYAH – SAYYID SABIQ

BAB – PENDAHULUAN

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, dan intinya adalah iman dan amal.

Iman dan amal, atau aqidah dan syari’ah kedua-duanya berkaitan satu sama lainnya seperti keterkaitan antara buah dan pohonnya.

Iman mencerminkan aqidah dan pokok-pokok yang menjadi landasan syari’at Islam. Dan dari dasar-dasar ini keluarlah cabang-cabangnya. Amal mencerminkan syari’ah dancabang-cabang yang dianggap sebagai tindak lanjut dari iman dan aqidah.

“Berikanlah berita gembira kepada orang-orang berimandan berbuat kebaikan, bahwasanya mereka itu akan memperoleh surga yang di bawahnya mengalir beberapa sungai.” (Al-Baqarah :25)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka Tuhan Yang Maha Pengasih akan memancarkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Maryam : 96)

Pengertian iman atau Aqidah meliputi enam perkara : 1) Ma’rifat kepada Allah, ma’rifat kepada nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya Yang Tinggi, ma’rifat kepada dalil-dalil wujud-Nya dan fenomena-fenomena keagungan-Nya di alam semesta ini. 2) Ma’rifat kepada alam yang ada dibalik alam semesta ini atau alam yang tidak dapat dilihat (alam ghaib). 3) Ma’rifat kepada Kitab-kitab Allah yang diturunkan untuk menentukan rambu-rambu kebenaran dan kebathilan, kebaikan dan kejahatan, halal dan haram, yang baik dan yang  buruk. 4) Mar’rifat kepada para nabi dan rasul Allah yang telah dipilih untuk menjadi penunjuk jalan dan pembimbing makhluk untuk mencapai kebenaran. 5) Ma’rifat kepada hari akhir dan hal-hal yang ada didalamnya. 6) Ma’rifat terhadap qadar (takdir).

Pemahaman tentang iman ini adalah aqidah yang menjadi muatan kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah, ajaran yang dibawa oleh para Rasul-Nya, dan wasiat-Nya kepada umat-umat terdahulu maupun umat belakangan. Sesungguhnya Allah menjadikan aqidah ini berlaku umum bagi seluruh manusia dan kekal sepanjang masa karena ia mempunyai dampak yang jelas dan manfaat yang tampak dalam kehidupan individu maupun masyarakat.  Ma’rifat kepada Allah, membangkitkan kebaikan-kebaikan, membina rasa senantiasa diawasi oleh Allah (muroqobah), memotivasi untuk mencari hal-hal yang luhur dan mulia, menjauhkan manusia dari sifat nista dan hina. Ma’rifat kepada para malaikat, mendorong sesorang untuk mencontoh sifat-sifat mereka (dlm hal kesucian) dan tolong menolong mereka dalam kebenaran dan kebaikan, sehingga mendorong manusia kepada kesadaran dan kewaspadaan yang sempurna sehingga yang timbul dari diri manusia adalah hal-hal yang mulia. Ma’rifat kepada kitab-kitab Allah, mendorong manusia untuk mengetahui manhaj (sistem kehidupan) yang digariskan Allah untuk umat manusia agar menempuh manhaj tersebut untuk mencapai kesempurnaan materi maupun etika. Ma’rifat kepada para Rasul,dimaksudkan untuk mengetahui langkah-langkah mereka dan meneladani apa yang mereka lalukan sebagaimana yang dikehendaki Allah untuk setiap umat manusia. Ma’rifat kepada hari akhir, sebagai pendorong yang paling kuat untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Ma’rifat terhadap qadar, dapat memberikan bekal kepada seseorang dengan berbagai potensi dan kekuatan yang mampu menghadapi berbagai hambatandan kesulitan, dan dihadapannya persoalan-persoalan besar menjadi kecil. Hal yang demikian (aqidah) dimaksudkan untuk membersihkan perilaku, menyucikan jiwa dan mengarahkan kepada nilai-nilai yang paling luhur, disamping ia merupakan kebenaran yang kokoh dan tidak berubah-ubah. Sehingga menanamkan aqidah kepada jiwa, merupakan cara yang paling tepat untuk mewujudkan unsur-unsur yang baik. Karena sesungguhnya aqidah merupakan sumber berbagai perasaan yang muia, lahan untuk menanamkan berbagai perasaan yang baik, dan tempat tumbuhnya perasaan yang luhur.

Para Rasul menyampaikan aqidah kepada umatnya dengan cara yang seluruhnya mudah dipahami, sederhana dan logis. Para Rasul mengajak mereka untuk memperhatikan kerajaan langit dan bumi, membangkitkan akal mereka untuk berpikir tentang ayat-ayat Allah, mengingatkan fitrah mereka kepada perasaan beragama yang telah ditanamkan kepadanya, dan menumbuhkan kesadaran akan adanya alam dibalik alam materi ini. Dengan cara-cara tersebut Rasulullah membangkitkan aqidah dalam jiwa umatnya, mengarahkan pandangan dan pikiran mereka, membangkitkan akal dan mengingatkan fitrah mereka, seraya merawatnya dengan pendidikan dan pengembangan hingga mencapai puncak kesuksesan.

Penyimpangan dari manhaj para nabi disebabkan oleh berbagai perselisihn politik, kontak dengan berbagai aliran pemikiran dan keagamaan, dan menjadikan akal sebagai hakim tentang masalah yang berada di luar kemampuannya. Hal tersebut menjadi sebab bergesernya iman. Pada dasarnya aqidah itu semuanya sama (tidak berbeda), namun ketika akal menjadi ‘hakim’ yang terjadi adalah para pengemban akidah terpecah belah menjadi berbagai aliran dan masing-masing mengklaim diri sebagai kelompok yang paling benar. Berbagai perdebatan muncul sehingga kedudukan aqidah menjadi melemah. Kelemahan aqidah ini diikuti oleh kelemahan umum yang melanda individu, keluarga, masyarakat dan negara, bahkan pada setiap segi kehidupan.

BAB – MA’RIFATULLAH

                Ma’rifatullah merupakan puncak pengetahuan bahkan merupakan pengetahuan yang paling agung. Ia merupakan asas yang menjadi landasan kehidupan rohani seluruhnya. Ada dua sarana untuk melakukan ma’rifatullah yaitu : 1) Memikirkan dan memperhatikan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah. 2) Mengenal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya.

                Ma’rifatullah dapat dilakukan dengan bertafakur. Sesungguhnya tiap organ tubuh mempunyai tugas, sedangkan tugas akal adalah merenungkan, memperhatikan dan memikirkan. Jika potensi ini tidak difungsikan maka hilanglah kerja akal dan tidak berfungsi pula tugasnya. Islam menghendaki agar akal bangkit melepaskan diri dari belenggunya dan bangun dari tidurnya.

“Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.” (Yunus : 101)

Tidak memfungsikan akal dapat menurunkan derajat manusia ke tingkatan yang lebih rendah dari derajat binatang. Taqlid (mengikuti orang lain tanpa mengetahui alasan dan tujuannya) menjadi penghalang bagikemerdekaanakal dan pengekang akal untuk berpikir. Oleh karena itu Allah memuji orang-orang yang bersikap objektif terhadap berbagai fakta dan dapat membedakan antara yang satu dengan yang lain, sesudah diteliti, diperiksa, dan dicermati lalu mereka mengambil yang terbaik dan meninggalkan yang lain. Allah mencela orang-orang yang bertaqlid yang tidak mau berpikir kecuali mengikuti pikiran orang lain. Ketika Islam mengajak manusia untuk berpikir, sesungguhnya apa yang dikehendakinya adalah berpikir dalam batas kemampuandan jangkauan akal.

“Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah dan jangalah kamu memikirkan tentang dzat Allah, sebab kamu tidak akan dapat memikirkan kadar kedudukan-Nya(sebagai mana mestinya).” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam alHilyh secara marfu’ kepada Nabi dengansanad yang lemahtetapi maknanya shahih).

                Diatara tujuan paling mulia yang dikehendaki Islam dari upayanya membangkitkan akal dan memfungsikannya untuk merenung dan memikirkan sesuatu adalah memberi petunjuk kepada manusia agar memahami dan kemudian membimbingnya dengan lembut kepada hakikat yang besar yakni mengenal Allah. Sesungguhnya ma’rifatullah itu hanyalahhasil kerja akal pikiran yang cerdas dan memperoleh ilham, dan buah pemikiran yang mendalam dan cemerlang. Sarana lain yang dipergunakan Islam untuk mengenalkan manusia kepada Allah dengan menjelaskan nama-nama Allah yang baik (al-Asma’ al-Husna) dan sifat-sifat-Nya yang luhur.

“Katakanlah: serulah Allah dan serulah Ar-Rahmaan. Dengan nama yang mana saja yang kamu seru, Dia mempunyai Al-Asmaul-Husna (nama-nama yang terbaik)” (Al-Israa’ : 110)

“Dan bagi Allah-lah nama-nama yang terbaik, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul-Husna itu.” (Al-A’raaf : 180)

BAB- DZAT ILAHIYAH

                Sesungguhnya hakikat Dzat Tuhan tidak dapat diketahui oleh akal.  Sebab Dzat tuhan memang tidak dapat dijangkau oleh akal, dan sesungguhnya meskipun akal manusia itu cerdas dan kemampuan untuk mengetahui sesuatu telah mencapai puncaknya namun ia sangat terbatas dan sangat lemah untuk mengetahui hakikat berbagai hal. Akal pun tidak mampu mengetahui (hakikat) jiwa manusia itu sendiri. Padahal jiwa manusia itu bukanlah suatu hal yang asing. Persoalan tentang jiwa masih merupakan salah satu persoalan yang sulit dipecahkan oleh ilmu pengetahuan maupun fisafat. Akal juga tidak dapatmengetahui hakikat cahaya. Padahal cahaya merupakan barang yang paling tampak dengan sangat jelas. Ilmu manusia sampai sekarang ini masih tidak mampu menguak banyak hal tentang hakikat alam semesta ini, dan tidak mampu berbicara tentang hal itu secara pasti. Seorang ahli falak terkenal, Kamikl Flamaryun dalam bukunya “Kekuatan Alam Yang Misteri” berkata : “Kami melihat diri kami sedang berfikir. Namun apa itu berpikir? Tidak seorang pun dapat menjawab pertanyaan ini, dan kami melihat diri kami sedang berjalan. Akantetapi apa sebenarnya kerja oto itu? Tidak seorang pun mengetahui hal itu.” Keterbatasan akal pikiran, kelemahan untuk mengetahui hakikat sesuatu, dan ketidakmampuan akal untuk mengetahui hakikat jiwa manusia tidaklah berarti menafikan keberadaannya. Kelemahan akal untuk mengetahui hakikat cahaya tidak berarti menafikan adanya cahaya yang memancar diberbagai ufuk. Demikian pula mengenai dzat Tuhan. Bila manusia tidak mampu mengetahui hakikatnya, maka tidak berarti bahwa Dia tidak ada,bahkan Dia ada dan keberadaan-Nya jauh lebih kuat dari segala yang ada. Orang yang meminta pembuktian atas adanya Tuhan bagaikan orang buta yang menuntut bukti atas adanya matahari di siang hari bolong.

                Eksistensi Allah itu merupakan suatu hakikat atau fakta yang tidak diragukan kebenarannya. Seluruh isi alam semesta bahkan menegaskan adanya hal tersebut. Alam ini diciptakan oleh Dzat yang tidak dapat kita jangkau hakikatnya dengan Akal. Dialah Allah SWT. Ada tiga macam kemungkinan yang dapat kita kemukakan atas terjadinya Alam semesta ini. 1) Bahwa alam semesta ini muncul dari tidak ada kemudian ada dengan sendirinya. 2) Bahwa alam semesta ini terjadi secara kebetulan belaka. Yakni faktor kebetulan ini lah yang memunculkan alam yang indah ini. 3) Di sana pasti ada pencipta yang menciptakan alam semesta ini. Kemungkinan pertama jelas salah dan tidak berdasar. Hal ini dikarenakan suatu hasil pasti ada dikarenakan sebuah sebab.  Akibat itu berhubungan erat dengan sebab-sebabnya. “Terjadinya alam semesta dengan sendirinya” merupakan suatu hal yang terputus dari sebab. Sehingga merupakan kemungkinan yang tidak mungkin terjadi. Kemungkinan kedua jauh lebih besar kerancuannya dibanding kemungkinan pertama. “Alam semesta ini terjadi secara kebetulan belaka”. Bagaimana bisa dikatakan kebetulan terhadap suatu sistem yang rumit, teratur dan seimbang. Apakah sebuah kebetulan ketika ada laki-laki dan perempuan diciptakan secara berpasangan? Apakah sebuah kebetulan ketika diciptakan bumi dan seisinya hingga terciptanya sebuah rantai makanan? Apakah sebuah kebetulan bila bumi digantungkan di cakrawala dan berputar dengan sudut tertentu, berputar mengelilingi sumbunya dan tidak pernah bergeser sedikit pun walau hanya sehelai rambut sejak berjuta-juta tahun yang lalu? Apakah sebuah kebetulan ketika planet dan bintang yang sedemikian besar dan banyak sekali  beredar dan tidak saling bertabrakan? Apakah sebuah kebetulan yang mewujudkan unsur-unsur alam semesta ini hingga begitu serasi dengan keserasian yang cermat? Apakah kebetulan pula ketika manusia diciptakan dengan organ-organ tubuh yang rumit dan memiliki fungsi masing-masing? Tinggallah kemungkinan ketiga. Kemungkinan ketiga pasti ada pencipta dibalik terciptanya alam semesta ini. Perhatikan percakapan antara Socrates dan Aristhopanes yang keduanya merupakan seorang filosofis terkenal.

S = socrates, A = aristhopanes

S: Adakah orang-orang yang kamu kagumi karena kemhirannya dan keindahan hasil karyanya?

A: Ada. Aku mengagumi Homero dalam syair-syair ceritanya, dan aku mengagumi Zoxes dalam bidang lukisan, dan aku mengagumi Polextic dalam bidang pembuatan patung-patung.

S: Pencipta manakah yang patut dikagumi? Apakah yang menciptakan gambar=gambar tanpa akal dan tidak dapat bergerak ataukah yang menciptakan makhluk-makhluk yang berakal dan hidup?

A: Sudahbarang tentu lebih kagum terhadap pencipta yang menciptakan makhluk-makhluk yang berakal dan hidup, jika hal itu bukan terjadi karena kebetulan.

S: Apakah mungkin suatu kebetulan jika anggota-anggota tubuh ini diberi kemampuan untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan tertentu? Mata untuk melihat dilengkapi dengan alat-alat perlindungan karena sensitif dan sangat lemah. Maka ia dapat ditutup ketika tidur atau ketika diperlukan. Juga dilindungi dengan bulu-bulu mata dan alis. Untuk telinga diberi peralatan bagian luar yang mampu menampung suara agar dapat ditangkap. Mungkinkah semua itu terjadi secara kebetulan? Demikian pula diberikannya kecenderungan untuk mempunyai keturunan dan diletakkan didalam hati rasa cinta yang begitu besar dan mendalam yang ada dalam hati seorang ibu terhadap anak-anaknya sekalipun jarang sekali seorang anak dapat memberikan manfaat kepada bapak dan ibunya? Dan bagaimana bayi yang begitu lahir mengetahui cara menyusu pada ibunya? Apakah itu sebuah kebetulan?

A: Oh, tidak. Sesungguhnya hal itu menunjukkan adanya pencipta yang mencintai makhluk hidup. Akan tetapi mengapa kita tidak dapat melihat pencipta?

S: Anda juga tidak dapat meilhat roh Anda sendiri yang menguasai anggota tubuh Anda.Apakah karenaAnda tidak dapat melihat roh Anda itu berarti kita boleh mengatakan bahwa perbuatan anda timbul karena kebetulan dan tanpa kesadaran? Sudah barang tentu tidak.

                Fitrah juga membuktikan akan eksistensi Tuhan. Perasaan sejatinya tertanam di dalam jiwa setiap manusia. Dan di dalam perasaanitu pula setiap manusia akan meyakini adanya Tuhan yang Maha Suci. Namun kadang-kadang perasaan ini tertutup dan tenggelam oleh suatu hal dan tidak akan bangkit kembari dari kelalaiannya kecuali jika ada pemicu yang menyadarkannya semisal kecacatan, penyakit yang dideritanya, bahaya yang mengepung dirinya, ataupun ketika ada ancaman-ancama suatu hal. Pengalaman spiritual juga menjadi bukti akan eksistensi sang Pencipta yang Maha Kuasa. Diantara bukti-bukti adanya Tuhan adalah bahwa orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah lebih tinggi ilmunya, lebih banyak adabnya, lebih suci jiwanya, lebih bersih hatinya, lebih banyak pengorbanannya, lebih besar kepeduliannya terhadap kepentingan orang lain dan lebih banyak manfaatnya untuk umat manusia. Hal apa yang menyebabkan kecenderungan tersebut. Perhatikan dengan orang yang tidak beriman. Mereka sangat pekat kebodohannya, keras wataknya, kotor jiwanya, gelap hatinya, rusak akhlaknya dan menjadi seperti binatang dalam berbagai tuntutan maupun kebutuhan-kebutuhannya. Di balik itu semua pasti terdapat suatu rahasia, dan perlu diyakini bahwa orang yang beriman selalu mendapat dukungan dari Allah.

Tidak ada satu buktipun yang mengingkari tentang adanya eksistensi Allah. Karena memang sebenarnya akal yang mau berfikir keras tidak akan menerima ketiadaan dari Allah. Meskipun ilmu pengetahuan sudah mencapai puncaknya, namun hal tersebut tidaklah dapat dijadikan dasar untuk mengingkari Allah. Bahkan seharusnya seorang ilmuwan menjadi seorang yang paling kuat imannya kepada Allah.

BAB-SIFAT-SIFAT ALLAH

Allah yang mewujudkan alam semesta ini memiliki nama yang terbaik dan sifat-sifat tertinggi yang kesemuanya itu merupakan konsekuensi dari kesempurnaan ketuhanan-Nya dan keagungan-Nya sebagai Tuhan. Sifat-sifat tersebut hanya dimiliki Allah yang diantaranya disebut sifat salsabiyah dan di antaranya ada yang disebut sifat tsubutiyah. Sifat salsabiyah adalah sifat yang meniadakan  segala sesuatu yang tidak layak bagi kesempurnaan Allah.

Sifat salsabiyah tersebut adalah Al-Awwal dan Al-Akhir. Allah adalah dzat yang maha dahulu, artinya bahwa tiada permulaan bagi wujud-Nya dab bagwa wujud Allah tanpa didahului dengan tahap tiada. Allah adalah dzat yang Maha Akhir.  Artinya bahwa Allah itu dzatnya tiada akhir, kekal tanpa batas, dan tanpa berkesudahan. Dia itu Azali (Maha dahulu) dan abadi, tidak didahului oleh siapapun.

“Dialah yang Awwal dan yang Akhir, yang Dhahir dan yang Bathin dan Dia mengetahui segala sesuatu.”(Al-Hadiid : 3)

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah”(Al-Qashash :88)

                Menurut keterangan hadits-hadits yang ada tampak bahwa ‘Arasy merupakan makhluk bagian atas yangpertama kali diciptakan dan bahwasanya air merupakan makhluk berupa benda yang pertama kali diciptakan. Dan air ini diciptakan sebelum penciptaan ‘Arasy sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi. Sesudah penciptaan ‘Arasy dan air barulah kemudian Allah menciptakan langit dan bumi. Begitu juga tampak dari hadist shahih yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Tirmidzi bahwa makhluk ma’nawi yang pertama kali diciptakan adalah Qalam (pena).

“Diriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi bersabda: Sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah qolam(pena). Kemudian Allah berfirman kepadanya :’Tulislah’. Kemudian qalam itu terus berjalan mencatat apa yang ada (segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini) sampai datangnya hari kiamat.” (HR Bukhari)

                Perlu diketahui tidaklah benar seseorang yang berkata: “Allah telah menciptakan makhluk-makhluk, lantas siapa yang menciptakan Allah?” Hal ini disebabkan pertanyaannya keliru. Pencipta itu bukan makhluk. Sebab andaikata Dia makhluk niscaya memerlukan pencipta. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengetahui dzat Tuhan, sedangkan mengetahui hakikat dirinya pun tidak tahu.

“Orang akan selalu bertanya, sehingga ditanyakan juga hal yang berikut: “Allah telah menciptakan makhluk lalu siapa yang menciptakan Allah?” Maka barang siapa menjumpai pertanyaan seperti itu hendaklah ia berkata: Aku beriman kepada Allah (Yang Maha Pencipta).” (HR. Imam Muslim)

                Allah yang Maha Suci tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia tidak sama dengan apapun. Segala sesuatu yang terlintas dibenak anda maka Dia tidaklah seperti itu.

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura : 11)

                Manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan lemah, sedangkan Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa. Manusia diciptakan dalam keadaan memerlukan pertolongan orang lain, sedangkan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. Manusia beranak dan diperanakkan, sedangkan Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Manusia pelupa, sedangkan Allah tidak pernah keliru dan tidak pula lupa. Manusia serba berkekurangan sedangkan Allah Maha Sempurna secara mutlak.

“Katakanlah,Dialah Allah yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nyasegala sesuatu, yang tiada beranak dan tiada diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya” (Al-Ikhlas : 1-4)

              Allah Maha Esa di dalam Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Keesaan  Dzat, maksudnya adalah bahwasanya Allah itu tiada sekutu bagi-Nya di dalam kerajaan-Nya.

“Maha Suci Allah, Dialah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan” (Az-Zumar : 4)

      Adapun sifat Allah berikutnya adalah sifat-sifat yang tsubutiyah. Allah itu Maha Kuasa, tidak lemat sedikitpun untuk mengerjakan sesuatu. Allah itu Maha Berkehendak(Iradah), yakni Allah menentukan sesuatu yang mungkin ada dengan sebagian apa yang pantas berlaku untuknya. Allah bebas berkehendak menjadikannya tinggi atau pendek, baik atau buruk, berilmu atau bodoh, dll. Allah itu Maha Mengetahui (Ilmu), yakni mengetahui segala sesuatu, dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu yang ada, baik yang terjadi di masa lampau atau yang sedang terjadi atau yang akan terjadi. Allah itu Dzat yang Maha Hidup (Hayat), yakni sifat hidup inilah yang membuat pihak yang disifatinya menjadi layak menerima sifat qudrah, iradah, ilmu, sama’, dan bashar. Andaikata Dia tidak hidup maka sifat-sifat tersebut tidak aka nada pada-Nya. Allah itu Maha Berbicara (Kalam), yakni tidak dengan huruf dan tidak pula dengan suara. Allah telah menetapkan sifat ini kepada diri-Nya sendiri. Allah itu Maha Mendengar, yakni dapat mendengar segala sesuatu sehingga Dia benar-benar, dapat mendengar langkah-langkah semut hitam yang berjalan di atas batu licin diwaktu malam yang gelap gulita. Sebagaimana Dia mampu mendegar segala sesuatu, Dia-pun Maha Melihat, yakni melihat segala sesuatu dengan penglihatan menyeluruh mencakup segala yang ada. Penglihatan Allahtidaklah menggunakan mta seperti cara melihat makhluknya.

Sifat-sifat Allah diantaranya ada yang disebut sifat Dzat, dan ada juga yang disebut sifat-sifat af’al (perbuatan). Sifat Dzat adalah tsubutiyah atau sifat-sifat ma’ani sebagaimana yang diuraikan sebelumnya. Adapun sifat-sifat af’al (perbuatan) adalah seperti mencipta dan memberi rezeki. Sesungguhnya kita wajib berjalan mengikuti petunuk sifat-sifat Allah itu, menggunakannya sebagai cahaya penerang jalan, menjadikan sebagai contoh tauladan teritinggi, dan mencapai puncak ketinggian jiwa dan peningkatan ruhani yang sempurna. Allah “Rabbul-‘Alamin” merupakan teladan tertinggi yang wajib diteladani oleh orang beriman, Allah “Maha Pemurah” mengaruniakan nikmat pada makhluk-makhluk-Nya, dan menampakkan cinta-Nya kepada mereka, sekalipun mereka tidak mengerjakan suatu amal yang menyebabkan mereka berhak menerima hal itu. Allah “Maha Pengasih” memberikan balasankepada manusia atas amal perbuatanya. Ini juga merupakan contoh yang sangat tinggi, yang mengharuskan umat manusia membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan pula. Allah “Yang menguasai hari pembalasan” menghitung amal perbuatan manusia, lalu memberikan balasan kepada orang yang berbuat buruk dengan balasan setimpal, bukan karena senang menyiksa, melainkan dengan semangat toleransi (bersediamemberi maaf). Sebagaimana seorang pemimpin yang penyayang wajib bersikap seperti itu terhadap yang dipimpinnya. Keempat sifat-sifat Allah tertinggi yang palinng utama, serta keteladanan-Nya yng sangat tinggi. Apa saja pelajaran yang dapat diambil dari sifat-sifat ini juga berlaku untuk sifat-sifat yang lain. Dari keempat sifat Allah ini dapat diambil pelajaran untuk dijadikan tauladan. Demikian pula halnya dari sifat yang lain. Misalnya sifat cinta dan saying merupakan cerminan dari sifat-sifat Allah berikut : 1) Ar-Rauf (Maha Belas Kasihan), 2) Al-Wadud (Maha Mencintai), 3) At-Tawwab (Maha Menerima Taubat), 4) Al-‘Afuw (Maha Memaafkan), 5)Asy-Syakur (Maha Pemberi Balasan), 6) As-Salaam (Maha Damai), 7)Al-Mu’min (Maha Pemberi Rasa Damai), 8)Al-Baar (Maha Baik Dalam Tindakan Dan Pemberian), 9)Rafi’ud Darajaat (Maha Meninggikan Derajat), 10)Ar-Razaq (Maha Pemberi Rezeki), 10) Al-Wahhab (Maha Pemberi Karunia), 11) Al-Wasi’ (Maha Luas Anugrah-Nya). Demikian pula halnya dengan sifat-sifat yang mempunyai makna ‘mengetahui’ yang tercermin dalam sifat-sifat-Nya sebagai berikut: 1) Al-‘Alim (Maha Mengetahui), 2) Al-Hakim (Maha Bijaksana), 3)As-Sami’ (Maha Mendengar), 4) Al-Bashir (Maha Melihat), 5) Asy-Syahid (Maha Menyasikan), 6)Ar-Raqib (Maha Mengawasi), 7) Al-Bathin (Maha Mengetahui Rahasia).

BAB-HAKIKAT IMAN DAN BUAHNYA

                Iman kepada Allah mencermikan hubungan paling mulai antara manusia dengan Penciptanya. Hal ini dikarenakan makhluk yang paling mulia di muka bumi adalah manusia, dan sesuatu yang ada di dalam diri manusia yang paling mulia adalah hatinya, sedangkan sesuatu yang ada di dalam hati yang paling mulia adalah keimanan. Diantara manifestasi iman adalah ahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai oleh orang yang beriman dari pada apapun juga, dan hal itu tampak dalam ucapan, perbuatan dan perilakunya. Jika di sana masih ada sesuatu yang lebih dicintainya dari pada Allah dan Rasul-Nya berarti imannanya tidak murni lagi, dan akidahnya tergoncang. Nabi Muhammad bersabda :

“Ada tiga hal; barangsiapa dalam dirinya terdapat tiga hal tersebut maka ia benar-benar telah mendapatkan manisnya iman, yaitu: 1. Allah dan Rasul-Nyalebih dicintai dari ada selain keduanya. 2. Ia mencintai seseorang semata-mata karena Allah. 3. Ia benci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilempar ke dalam neraka.”

Nabi juga bersabda :

“Tidaklah beriman salah seorang dari kamu sehingga aku lebih dicintai dari pada orang tuanya, anaknya, dirinya sendiri, dan manusia seluruhnya” (HR. Bukhari).

                Sebagaimana iman tercermin dalam bentuk cinta (kepada Allah dan Rasul-Nya), maka keimanan juga tercermin di dalam jihad meninggikan kalimat Allah dan berjuang meninggikan bendera kebenaran,  menghentikan kezaliman dan kerusakan di bumi. Pengaruh dan dampak iman akan tampak dengan jelas dalam rasa takut kepada Allah.

“Sesungguhnya yang taku kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir :28)

                Bila ma’rifat seseorang kepada Allah semakikn sempurna maka sempurna pula rasa takutnya kepada Allah. Manifestasi keimanan yang paling besar adalah berpegang teguh kepada wahyu Allah. Iman dapat menumbuhkan hubungan yang beraneka macam. Ia dapat mengikat hubungan antara orang-orang beriman dn Allah, dengan ikatan kasih saying dan cinta. Iman juga dapat mempererat hubungan antar sesame kaum mukminin atas dasar kasih sayang. Apabila manusia telah mengenal Tuhannya melalui akal dan hati maka ma’rifat ini akan menghasikan buah yang masak baginya dan meninggalkan dampak yang bagus  dalam dirinya. Ma’rifat ini juga akan mengarahkan perilakunya menuju kebaikan dan kebeneran, keluhuran dan keindahan. Buah keimanan dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Kemerdekaan jiwa dari kekuasaan orang lain.
  2. Iman dapat membangkitkan keberanian di dalam jiwa dan keinginan untuk terus maju, menganggap enteng kematiandan menggandrungi mati syahid demi membela kebenaran.
  3. Keimananmenetapkan keyakinan bahwa Allah-lah yang Maha Pemberi rezeki, dan bahwasanya rezeki tidak dapat dipercepat karena kerakusan orang yang rakus, dan tidak pula dapat ditolak oleh kebencian orang yang benci.
  4. Rasa tenang dan tentram.
  5. Keimanan dapat meningkatkan kekuatan maknawiyah manusia dan menghubungkan dirinya dengan contoh taulan tertinggi.
  6. Kehidupan yang baik.

BAB-QADAR (TAKDIR)

Allah Ta’ala adalah pemilik kerajaan, di sana Dia berbuat sesuai dengan kebijaksanaan dan kehendak-Nya. Setiap perubahan yang terjadi hanyalah berjalan sesuai dengan kehendak-Nya  yang telah ditetapkan di alam semesta ini,sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku di jagad raya ini.

“Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.”(Ar-Ra’ad : 8)

Dia menciptakan dan memilih dari Ciptaan-Nya itu apa yang Dia kehendaki, karena Dia-lah yang berwenang secara mutlak.

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” (Al-Qashash : 68)

Allah yang Maha Suci bertindak danberbuat di dalam kerajaan-Nya sesuai dengan kebijaksanaan dan kasih sayang-Nya. Apabila manusia ditimpa kemudharatan maka tidak ada yang dapat menghilangkanya selain Allah. Dan apabila Allah menghendaki kebaikan bagi manusia maka tidak ada seorang pun yang dapat menolaknya. Langit dan bumi milik Allah semata. Apa saja yang diperlihatkan dan ditampakkan oleh manusia atau disembunyikan dan dirahasiakannya, berupa niat, kehendak, tekad maupun tujuan maka Allah akan membuat perhitungan dengannya atas perbuatannya itu. Jika berupa kebaikan maka baik pula balasannya, dan jika berupa keburukan maka buruk pula balasannya. Dia mengampunisiapa saja yang dikehendaki-Nya.

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Ath-Thaha : 82)

Di dalam Al-Qur’an dsebutkan qadar atau takdir berkali-kali. Dapat diambil kesimpulan bahwa Qadar adalah tatanan yang pasti yang telah dibuat oleh Allah untuk alam semesta ini, undang-undang umum, dan hukum-hukum yang dipergunakan oleh Allah untuk mengikat antara sebab-sebab dengan musababnya. Imam Nawawi mendefinisikan takdir dengan menyatakan: “Sesungguhnya Allah yang Maha Berkah dan Maha Tinggi telah menentukan segala sesuatu di zaman Azali dan Allah yang Maha Suci mengetahui bahwa segala sesuatu itu pasti akanterjadi dalam waktu-waktu yang sudah ditentukan di sisi-Nya, dan menurut sifat-sifat yang telah ditentukan. Segala sesuatu itu terjadi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.”

Disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi bahwasanya beriman kepada qadar (takdir) merupakan salah satu bagian dari aqidah. Pengertiannya adalah bahwa Allah telah menciptakan hukum-hukum, undang-undang dan tatanan yang dibuat-Nya ntuk alam semesta ini. Merupakan pendapat yang salah ketika Qadha’ dan Qadar diartikan sebagai pemaksaan oleh Allah yang Maha Suci kepada hamba-Nya untuk mengikuti apa saja yang telah ditetapkan dan diputuskan. Pengertian qadar sebenarnya adalah pemberitahuan tentang pengetahuan Allah sejak azali terhadap apa saja yang akan tejadi berupa perbuatan-perbuatan hamba-Nya, dan perbuatan-perbuatan tersebut terjadi berdasarkan ketentuan dan penciptaan-Nya, baik berupa kebaikan maupun keburukan. Qadar adalah nama bagi sesuatu yang terjadi sesuai ketentuan dari perbuatan yang Maha Penentu. Sehingga sebenarnya hal tersebut bersifat menyingkap dan tidak mempengaruhi. Adapun hikmah mengimani takdir adalah supaya segala kekuatan dan potensi yang dimiliki mnusia dikerahkan untuk mengetahui aturan-aturan ini dan mendapatkan undang-undang yang berlaku pada alam ini, kemudian bekerja sesuai dengan aturan dan undang-undang tersebut dalam membina dan memakmurkan alam. Qadar tidak boleh dijadikan celah untuk berpasrah diri atau dijadikan alasan untuk berbuat maksiat. Juga tidak boleh dijadikan jalan untuk menyatakan terpaksa. Akan tetapi ia harus dijadikan jalan atau srana untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang lebih agung berupa pekerjaan-pekerjaan besar. Qadar dapat ditolak dengan Qadar. Misal Qadar lapar dapat ditolak dengan qadar makan, qadar haus dapat ditolak dengan qadar minum. Qadar sakit dapat ditolak dengan qadar berobat dan menjaga kesehatan. Adapun qadar di luar pengertian ini maka kita tidak layak membicarakannya, dan tidak pula memperdebatkan persoalannya. Sebab hal itu termasuk rahasia Allah yang tidak dapat dijangkau dan dipahami oleh akal pikiran manusia. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami, ketika kami sedang mempertentangkan masalah qadar. Lalu beliau marah hingga wajah beliau menjadi merah dan bersabda: ’Apakah dengan ini aku diutus kepadamu? Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dibinasakan hanya karena mereka mempertentangkan persoalan ini. Aku berketetapan kuat agar kamu tidak mempertentangkan masalah ini’  ”.

                Agama Islam telah menetapkanbahwa manusia diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’aladengan dibekali berbagai kekuatan, bakat dan potensi. Otensi-potensi ini dapat diarahkan dan dipergunakan untuk kebaikan, sebagai mana ia juga dapat diarahkan untuk keburukan. Potensi ini bukan berupa kebaikan semata dan buka pula berupa keburukan semata. Meskipun keinginan terhadap kebaikan pada sebagian orang terkadang lebih kuat, sebagaimana keburukan yang kadang juga lebih kuat.

“Setiap anak diahirkan di atas fitrah (asal kejadian yang masih bersih, dapat menerima baik dan buruk” (Thabarani)

                Setiap manusia bertanggungjawab untuk membersihkan dirinya dan memperbaikinya hingga ia dapat mencapai kesempurnaannya yang telah ditentukan baginya. Di antara manusia ada yang menempuh jalan lurus, sehingga ia menjadi orang bersyukur, ada pula yang menempuh jalan yang bengkok sehingga ia menjadi orang kafir. Manusia diberikan pilihan untuk memilih di antara keduanya, dan dari pilihan yang dipilihnya jelaslah siapa hamba-Nya yang taat dan yang sebaliknya.

“Dan Kami telah menunjukinya dua jalan.”(Al-Balad : 10)

Maaf, resume belum selesai. Akan diselesaikan lagi ketika penulis ada waktu untuk membuat lagi resumenya.

Resume Fiqih Politik Hasan Al-Banna

Fiqh berasal dari kata kerja lampau yaitu faqiha/faquha. Arti kata fiqh adalah al-fahmu (pemahaman) dan kecerdasan. Makna fiqh bukan hanya sekedar tahu, tetapi pemahaman yang harus menggunakan akal dan  setelah melalui usaha yang keras. Fiqh hanya dapat dicapai orang yang berpemahaman tinggi , keimanan tinggi, dan kesalihan yang spesifik.

“Sesungguhnya telah kami jelaskan tanda kebesaran Kami kepada orang –orang yang mengetahui” (Al-An’am : 98).

Hal ini tidak dapat dicapai oleh kaum kafir dan munafiq :

“Disebabkan orang kafir itu tidak mengetahui (memahami)” (Q.S Al-Anfal: 65)

“Tetapi orang-orang munafiq itu tidak mengetahui (memahami)”(Q.S Al-Munafikun : 7)

Siyasi atau politikus adalah orang yang memperhatikan dan memahami urusan umat secara mendalam serta menyelesaikannya dengan pemahaman pendapat atau pemikiran yang benar. Fiqh politik adalah pemahaman yang mendalam tentang urusan-urusan umat baik internal maupun eksternal. Mengelola umat sesuai hukum syari’at dan petunjuk-petunjuknya. Politik dibagi menjadi 3 :

  1. Syar’I : politik yang membawa seluruh umat manusia pada ketentuan-ketentuan syari’at. Khilafah islamiyah berfungsi untuk menjaga agama dan mengatur urusan-urusan dunia.
  2. Non Syar’I / konvensional : politik yang membawa manusia pada ketentuan-ketentuan pandangan manusia yang diterjemahkan ke undang-undang dasar konvensional. Hukum konvensional sebagai ganti dari syari’at islam.
  3. Politik jahiliiyah : politik yang menolak politik syar’I. Politik yang tidak memiliki agama.

Pada dasarnya dalam fiqh politik ini adalah bagaimana seseorang memahami dan mampu menyelesaikan permasalahan umat ini secara mendalam. Ada beberapa sumber fiqh politik menurut Hasan Al Banna yaitu:

Al-Qur’an, dalam Al-Qur’an telah dijelaskan tentang hukum, pemerintahan, orang-orang yang memerintak, berlaku adil dalam memerintah, sikap taat dari rakyat kepada pemimpin, prinsip musyawarah antara pemimpin dan rakyat serta masalah-masalah politik yang lain. Semua hal telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Sunnah Rasulullah,  merupakan salah satu sumber karena, dalam memahami fiqih politik dan fiqih ekonomi banyak sekali hadits-hadits Rasulullah yang menjelaskannya.

Kitab-kitab fiqh,  karena di dalam kitab semacam ini kaya akan ilmu tentang masalah-masalah fiqh politik. Kitab-kitab fiqh seperti ini akan lebih memperdetil fiqh politik.

Dalam pemahaman islam amerika, politik tidak mendapatkan tempat dalam islam. Namun Hasan Al Banna telah memunculkan kembali kesdaran politik melalui fiqh politik Islamnya selama ini. Hasan Al Banna menjelaskan dengan berbagai bukti yang kuat bahwa Islam datang dengan membawa ajaran politik untuk membahagiakan umat manusia secara keseluruhan. Perlu ada sebuah daulah yang mampu mengelola kemaslahatan umat. Menurut Hasan Al Banna pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang terdiri dari pejabat-pejabat pemerintah yang beragama islam, melaksanakan kewajiban agama Islam dan tidak melakukan maksiat secara terang-terangan, melaksanakan hukum-hukum dan ajarang agama Islam. Pemerintahan itu menjadi islam karena agaman pelakunya, karena komitmen mereka atas akhlaq agama Islam dan karena melaksanakan hukum-hukum Syari’at. Menurut Hasan Al Banna  pemerintahan Islam adalah bagian yang substantif. Karena Pemerintahan menjadi sandaran bagi sesuatu yang lain. Islam tidak dapat di realisasikan sebagaimana yang dikehendaki Allah jika tidak ada pemerintahan yang menerapkan hukum-hukumnya dalam semua bidang kehidupan baik politik, ekonomi, peradilan, hubungan internasional maupun yang lain. Adapun beberapa kwajiban-kewajiban dalam pemerintahan Islam sebagai berikut : 1) menjaga keamanan dan melaksanakan undang-undang, 2) Menyelenggarakan pendidikan, 3) Mempersiapkan kekuatan, 4) Memelihara kesehatan, 5) Memelihara kepentingan umum, 5) Mengembangkan kekayaan dan memelihara harta benda, 6) Mengkokohkan Akhlaq, 7) Menyebar dakwah. Ketika kewajiban-kewajiban tersebut harus dipenuhi, maka adapula hak-hak yang harus ditunaikan dalam pemerintahan yaitu di antaranya loyalitas rakyat, sikap taat dan membantu dengan jiwa dan harta. Adapun jika terjadi penyimpangan dalam pemerintahan Islam (tidak dapat melaksanakan tugas, atau tidak mendengarkan seruan-seruan untuk meluruskan penyimpangan, maka pemerintah itu harus dinasehati dan diberikan arahan, kemudian pencopotan dan pembubaran, sebab manusia tak boleh taat kepada orang yang bermaksiat kepada Allah. Terhadap pemerintah yang tidak menerapkan ajaran Islam, maka tidak boleh mendapatkan pengakuan.  Umat Islam harus berusaha mencopot pemerintahan ini dan memaksanya untuk mundur dari kursi kekuasaan, karena penerapan syariat islam adalah prinsip dasar bagi agama ini.

Dalam dakwahnya Hasan Al Banna juga menerapkan sistem bertahap dimana tahap awal akan mengantarkan ke tahapan berikutnya dan berikutnya lagi. Tahap pertama,  merupakan pengenalan dengan tujuan-tujuan dakwah dan sarana-sarana jama’ah serta mengajak masyarakat untuk mengikuti pemikiran Islam tentang program perubahan seperti yang diserukan ikhwanul muslimin. Tahap kedua, pemilihan kader-kader yang memiliki kesanggupan untuk berbuat dan memulai kehidupan Islam serta mendirikan negara Islam. Disini mereka akan dididik. Tahap ketiga, adalah tahapan eksekusi, aksi, dan produksi. Tahapan ini tidak dapat dilaksanakan jika tidak didahului ta’rif (pengenalan) dan takwim (pembentukan).

Hasan Al Banna berpendapat bahwa kemungkaran harus dirubah dengan kekuatan (tangan), lisan, dan hati. Hal ini diambil dari hadits Rasulullah. Terhadap undang-undang konvensional, maka apabila hal tersebut menyelisihi islam akan dianggap batal dan tidak boleh bagi umat islam untuk menerimanya.

Khilafah merupakan kekuasaan umum yang tertinggi dalam agama Islam. Orang yang menjabatnya disebut sebagai khalifah. Untuk menegakkan kembali khilafah ini dibutuhkan usaha-usaha yang panjang dan langkah-langkah yang panjang. Dari risalah Ikhwanul muslimin tahta rayatil Qur’an  hasan al-Banna menegaskan “Kami menghendaki terwujudnya : pribadi muslim, keluarga muslim, masyarakat muslim, dan pemerintahan muslim”. Negara islam didirikan atas tiga kaidah : 1) pemimpin yg bertanggung jawab dihadapan Allah dan manusia, 2) Persatuan umat islam atas dasar aqidah Islam, 3) Menghormati kehendak umat melalui kewajiban bermusyawarah mengambil pendapat dari umat islam dan menghormatiperintah atau larangan dari umat. Apabila ketiga kaidah ini terpenuhi maka layaklah untuk disebut Negara Islam. Nama dan bentuk pemerintahan bukanlah patokan.

Ahlul Hali Walaqdi merupakan mereka yang dimintai pendapat atas problematika-problematika umat dan diselesaikan dengan suara mufakat atau atas dasar suara mayoritas. Mereka tidak dipilih berdasarkan nama-nama mereka akan tetapi berdasar sifat-sifat mereka. Ada 3 kelompok Ahlul Hali Walaqdi menurut hasan Al Banna. 1) Para ahli fiqih dan para mujahid yang pendapat mereka dijadika sebagai pegangan dalam mengeluarkan fatwa maupun mengambil suatu hukum. 2) Orang yang memiliki keahlian dalam urusan-urusan yang bersifat umum. 3) Orang yang memiliki sifat kepemimpinan ditengah tengah masyarakat.

Dalam pandangan Islam tentang wanita dan hak-haknya, 1) Islam telah mengangkat martabat kaum perempuan dan menjadikan mereka sebagai partner bagi laki-laki dalam semua hak dan kewajiban. Islam juga mengakui hak perempuan baik hak pribadi, sipil, maupun politik. 2) Islam membedakan antara hak laki-laki dan perempuan. Hal ini disesuaikan dengan adanya perbedaan-perbedaan alami antara laki-laki dan perempuan. Hal ini juga di sesuaikan dengan perbedaan tanggung jawab yang diberikan pada laki-laki dan perempuan. 3) Sesuai dengan fitrahnya, antara laki-laki dan perempuan terdapat daya tarik menarik. Daya tarik menarik ini menjadi dasar bagi hubungan diantara keduanya. Tujuannya adalah mempertahankan jenis manusia. Dalam masalah ikhtilat (pembauran) islam memiliki pandangan adanya bahaya yang pasti. Islam menjauhkan keduanya kecuali dengan pernikahan.

Rasulullah pun telah menjelaskan diharamkannya pengangkatan perempuan dalam urusan-urusan publik. Hal ini didasarkan pada haditsnya :

“Tidak akan berjaya suatu kaum apabila mereka mengangkat seorag perempuan (untuk mengatur) urusan mereka.”

Dalam firman Allah juga disebutkan :

“Kaum laki laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…” (Q.S An-Nisa : 34)

Hasan Al Banna juga menjelaskan bahwa islam memandang kepada non Muslim sesuai dengan sikap mereka terhadap umat Islam. Apabila mereka bersikap damai dan memenuhi kewajibannya terhadap umat Islam dan tidak membantu musuh-musuh Islam maka mereka wajib untuk di lindungi. Namun jika yang terjadi sebaliknya, mereka wajib untuk diperangi. Sejarah membuktikan bahwa hal ini terjadi di India. Banyak orang-orang kafir di sana yang berada dibawah naungan kekuasaan Islam. Namun, mereka tetap eksis tanpa harus berubah kepercayaan menjadi Islam.

Dalam fiqh politiknya hasan al banna menjelaskan “Pemerintah Islam diperbolehkan untuk meminta bantuan kepada non-muslim dalam keadaan terpaksa dan diluar jabatan publik”. Dalam firman-Nya :

“…Mereka tidak henti-hentinya(menimbulkan) kemudaratan bagimu…” (QS Ali Imran : 118)

Hasan Al Banna menyadari bahwa untuk menegakkan panji-panji Islam diperlukan organisasi yang rapi, dan memiliki tujuan-tujuan dan metode-metode tertentu untuk semua bidang kehidupan.

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruna” (QS Ali Imran : 104)

Hasan Al Banna menjelaskan bahwa ketaatan ini berbeda-beda sesuai dengan marhalah (tahapan) yang ditempuh oleh seorang anggota. Semakin tinggi marhalahnya, maka semakin besar tanggungjawabnya.

Dalam perspektif fiqh politik islam, pengertian nasionalisme yang sesuai adalah nasionalisme yang didirikan berdasar batasan-batasan aqidah dan tidak berdasarkan kepada batasan-batasan aqidah dan tidak berdasarkan pada batasan-batasan bumi dan batasan-batasan geografis. Bagi Islam, setiap jengkal tanah dimana terdapat orang yang bersyahadat, maka disitulah tanah air bagi umat islam yang memiliki kehormatan, kesucian, dan kecintaan.

Konspirasi Fenomena Penyempitan Makna Kata

“Kata-kata bak senjata mematikan yang siap mengoyak lawan, lambat tapi pasti”

Fenomena penyempitan makna kata bukanlah hal yang asing didapati. Namun tidak semua orang sadar akan fenomena seperti ini. Perlahan tapi pasti, dan cara-cara seperti ini ternyata sangatlah efektif untuk menyerang pemikiran seseorang. Tentu saja fenomena seperti ini layaknya agenda brainwashing secara masal. Targetnya adalah semua kalangan berbagai usia dalam artian masyarakat umum.

Fenomena seperti ini tentu sangat merugikan bagi pihak yang sedang dicecar dan diserang. Penyerangan yang dilakukan secara perlahan ini telah berhasil mempengaruhi pola pemikiran sejuta umat. Yang lebih parahnya lagi, secara perlahan pula akan banyak orang yang menjadi masa agenda terselubung secara tidak sadar, akibat pengaruh pencucian pikiran melalui kata-kata ini.

Tentu pembaca sekalian pernah mengenal istilah “perlahan tapi pasti” ataupun “sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”. Dan ternyata pepatah itu memang benar. Awal mulanya hanya membentuk opini publik tentang sebuah kata. Namun opini tersebut digiring dan diarahkan kepada hal-hal yang ternyata bersifat merugikan pihak lain. Awalnya pula sedikit orang yang terpengaruh terhadap hal tersebut. Namun karena konsistensi dan kegencaran dalam menyebarkan luaskan hal tersebut, lama-lama semakin banyak juga yang terpengaruh terhadap efek dari penyempitan makna kata ini. Akhirnya makna kata tersebut menjadi sebuah mainset di pikiran kalayak ramai.

Bukan bermaksud berlebihan, namun ternyata seperti inilah kenyataannya. Contohnya saja pada beberapa kasus yang sering disinyalir sebagai dampak dari fenomena penyempitan makna ini.

Ulama. Pasti kata ini sudah tidak asing lagi. Dalam bahasa arab kata ulama ini merupakan bentuk plural/jamak dari pada kata ‘alim. ‘Alim artinya adalah orang yang tahu. ‘Alim berasal dari kata ‘ilmi yang berarti ilmu. Jadi kata ulama ini pada dasarnya dipakai untuk orang yang tahu dalam segala bidang. Misalnya saja pakar IT, pakar Ekonomi, pakar Kenegaraan, dan lain-lainnya, mereka tergolong dalam sebutan ulama. Di Indonesia ternyata kata ulama tersebut menjadi spesifik untuk orang yang bergelar kyai saja. Bahkan di KUBI di sebutkan bahwa ulama adalah orang yang paham akan Islam saja. Semestinya selama dia adalah orang muslim dan dia ahli/pakar dalam suatu bidang dia disebut sebagai ulama. Akibatnya istilah ulama ini sekarang sudah tidak universal lagi.

Contoh kasus berikutnya adalah pada kata Cinta. Cinta pada umumnya dipakai untuk menyatakan perasaan dan ekspresi. Seperti halnya pada kalimat berikut :

  1. Saya cinta Allah
  2. Saya cinta Rasulullah
  3. Saya cinta istri saya
  4. Saya cinta keluarga saya
  5. Saya cinta teman saya
  6. Saya cinta arif sahabat dekat saya

Fenomena yang terjadi sekarang sungguh mengejutkan. Disadari ataupun tidak, ketika seseorang mengatakan cinta, pasti hal-hal yang pertama dibayangkan adalah hubungan interaksi antara lawan jenis. Persepsi seseorang terhadap kata cinta ini sama halnya seperti “Saya cinta pacar saya”. Padahal tidak seharusnya demikian. Persepsi kata cinta tidaklah sesempit itu. Dampaknya, jika ada seorang laki-laki mengatakan “Saya cinta sahabat saya bang Hilman”. Pasti orang lain berfikir bahwa dia adalah HOMO (menyukai sama jenis). Padahal cinta dalam kalimat tersebut persepsinya bukan seperti itu. Tidak selalu bahwa cinta itu adalah hubungan interaksi ataupun ekspresi antara lawan jenis.

Kasus berikutnya adalah penyempitan makna pada kata jihad. Ketika seseorang mengatakan kata jihad, pasti yang dipikirkan orang lain adalah perang, bom bunuh diri, dan sebagainya. Akuilah hal tersebut memang benar-benar nyata terjadi.  Padahal jihad dalam bahasa arab berarti bejuang atau bersungguh sungguh. Artinya bahwa berjihad disini bisa diaplikasikan terhadap hal-hal kecil seperti belajar, makan, minum, ibadah, dan semua hal-hal yang baik, jika itu semua dilakukan karena Allah dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, itulah sebenarnya yang disebut dengan jihad. Akibat fenomena seperti ini dampaknya di masyarakat, banyak masyarakat yang mengalami islamophobia dan miss perception tentang jihad itu sendiri. Dan pada akhirnya agama Islam dirugikan terhadap hal ini. Ingatlah bahwa terorisme dan jihad itu adalah dua hal yang berbeda.

Itulah beberapa contoh kasus sebagian kecil dari penyempitan makna, dan sungguh sebenarnya masih banyak fenomena penyempitan makna lain yang terjadi. Penulis meyakini bahwa pastinya “Ada udang dibalik batu”, ada udang pula dibalik layar yang membuat konspirasi seperti ini terjadi dengan tujuan tertentu, karena tak ada akibat yang tak berasal dari sebab / sumber permasalahan itu sendiri.

Semoga hal seperti ini cepat disadari dan tidak menimbulkan banyak miss persepsi.

#Pena Tajam Penulis Kebenaran : Yusfia Hafid Aristyagama…..

Akan kah Terbuka Pintu Maaf itu Terbuka?

Kematian tinggal menunggu waktu. Kejadian yang sudah pasti akan datang dan tidak dapat dihindari. Semua makhluk-Nya pasti akan binasa atas kehendak-Nya. Maut, pasti akan datang, tanpa memandang tahta, tanpa memandang umur, tanpa memandang amalan –amalan yang telah dilakukan, tanpa melihat kuat atau lemahnya fisik seseorang. Bisa jadi maut akan datang ketika kita tertidur, ketika kita bersholat, atau bahkan datang ketika kita sedang berbuat maksiat.

Di mana saja kamu berada, kematian  akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan :  “Ini adalah dari sisi Allah”,  dan kalau mereka ditimpa bencana mereka mengatakan: “ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)” . Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (QS An-Nisa  4: 78)

Sejenak, marilah kita renungkan…

Sudahkah  kita melaksanakan perintah-Nya, dan apa-apa yang menjadi kewajiban kita? Karena pada hakikatnya, kewajiban yang harus kita laksanakan itu tak sebanding dengan waktu yang kita miliki. Seandainya kita sadar, maka waktu yang tersedia ini tak pernah cukup untuk melaksanakan berjuta-juta kewajiban yang Allah berikan. Lantas,.. Pantaskah kita untuk bersantai? Sementara banyak hal yang seharusnya wajib untuk kita laksanakan. Hidup ini seperti berpacu dengan waktu. Waktu akan terus berjalan walaupun kita berhenti . Waktu akan terus mengejar meskipun kita berlari. Sekali kita kehilangan kesempatan, maka kesempatan itu tak kan pernah kembali lagi. Tak akan pernah ada kesempatan yang sama lagi.

Sudah cukupkah amalan-amalan yang selama ini kita lakukan? Mungkin menurut kita pribadi, amalan kita sudah sangat banyak. Akan tetapi sudah cukupkah amalan kita untuk mengahadap Allah SWT. Kita tak pernah tahu. Karena Allah lah yang akan mengukur apakah kita pantas untuk berada di sisi-Nya atau tidak. Lantas, masih pantaskah bagi kita untuk merasa percaya diri dengan amalan-amalan yang selama ini kita lakukan dan meyombongkan apa-apa yang selama ini kita lakukan? Besar kemungkinan, bahwa diluar sana masih banyak orang-orang yang lebih baik amalnya disisi Allah, mereka yang lebih berjuang dan lebih taat kepada-Nya.

Ketika tiba saatnya untuk kita menghadap Allah, maka hanya satu teman sejati yang akan menemani. Teman itu adalah amal. Disaat itu pula, akan datang seorang teman yang akan terus berusaha menyerek kita ke neraka. Dan dialah dosa. Seberapa yakinkah kita bahwa dosa yang kita lakukan tak sebanyak amal yang kita kerjakan? Kita tak bisa menjamin hal itu. Karena fitrah manusia seringkali hanya mengingat hal-hal yang baik dari dirinya dan hal yang buruk dari orang lain saja.

Maka bertaubatlah. Selagi kita masih hidup, pintu maaf dari-Nya masih terbuka. Maka bertaubatlah sebelum Allah menutup pintu maaf-Nya.

Mengejar Rona Warna Kehidupan untuk Kembali Kepada-Nya

Hidup adalah sebuah anugrah dari yang Maha Kuasa. Sering kali kita tidak pernah menyadari arti hidup ini.  Betapa berharganya waktu yang kita miliki. Betapa berharga nikmat hidup yang telah Dia berikan kepada kita sebagai hamba-Nya. Betapa pentingnya nikmat sehat yang selama ini kita harapkan terus dan terus mengalir. Betapa nikmatnya ilmu dunia yang memberikan berbagai warna-warni di setiap kaki melangkah. Betapa indahnya setiap jengkal mata memandang dan melihat apa-apa yang sedang terjadi.

Kita sering melupakan hal-hal kecil itu. Pemberian dari-Nya yang tiada pernah dapat tergantikan bahkan dengan kata-kata sekalipun. Akan tetapi nikmat-nikmat itulah yang sering kita lupakan dan kita anggap hal tersebut adalah suatu hal yang biasa-biasa saja. Bagaimana ketika Allah mencabut semua Indra yang kita miliki? Betapa payahnya kita jika hal tersebut terjadi.

“Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban”
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Dalam surat Ar-Rahman, ayat tersebut di sebutkan sebanyak 31 kali. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bagi kita untuk mensyukuri nikmat-nikmat-Nya selama ini. Terlalu sering kita manusia melupakan nikmat-nikmat itu. Padahal sungguh luar biasa nikmat tersebut telah menempel pada kita. Begitu detil dari yang besar sampai nikmat terkecil sekalipun, Allah telah memberikannya kepada kita.

Sahabat,..
Cobalah sejenak kita mengistirahatkan diri dan men-tadzaburi Al-Qur’an yang diturunkan oleh-Nya. Terkadang kita lupa, atau bahkan tidak mau untuk membacanya. Terkadang kita hanya sekedar membaca tetapi tak mau memahaminya. Melewatkan ayat demi ayat tanpa kita sadari betapa sering Allah kita mengingatkan di dalam Al-Qur’an bahwa nikmat yang kita miliki saat ini adalah titipan dari-Nya. Sungguh telah disebutkan dalam surat Ar-Rahman sebanyak 31 kali “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”. Bukalah pintu hati kita agar kita semakin dekat kepada-Nya dan semakin mengerti untuk apa kita hidup di dunia ini.

“Wa maa kholaqtul jinna wal insa illa liyaghbuduun”
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku

Dalam surat Adz-Dzariat ayat 56 tersebut jelaslah bagi kita apa kehendak Allah kepada kita. Mengapa kita diciptakan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk beribadah kepada-Nya. Inilah tugas kita sebagai hamba-Nya. Tugas yang selama ini sering kita sia-siakan bahkan sering kita lupakan. Semuanya jelas disebutkan dalam Al-Qur’an. Hanya saja kita hamba-Nya yang selalu lalai dan tidak peduli terhadap tanda-tanda kekuasaanNya.

Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
(QS. Al-Baqarah [2]:2)

Dan sesungguhnya Allah telah menurunkan Al-Qur’an tersebut untuk menjadi petunjuk untuk mengejar Rona-rona warna kehidupan yang sementara ini agar kita selamat di kehidupan akhirat nanti. Semoga kita semakin sadar dan semakin mengerti bahwa hidup kita di dunia ini hanyalah ujian dari-Nya semata. Allah ingin menguji kita apakah kita pantas dan layak untuk masuk ke dalam Surga-Nya. Maka dari itu perlakukan lah hidup kita ini sebaik-baiknya agar tidak menyesal kemudian hari nanti.

Allaahummaghfirlanaa, yaa Allah ampunilah kami, atas apa-apa yang selama ini telah kami lalaikan dari-Mu.

Thaharah 2/ Bersuci 2

Mandi Janabat/Mandi Besar

Kapan dilakukan :

  1. Ketika meninggal (wajib dimandikan), kecuali jenazah yang Syahid, Terbakar, Tenggelam, dan Menghilang
  2. Karena lepas dari HAID (wanita)
  3. Ketika wanita lepas dari Nifas (darah wanita lepas melahirkan)
  4. Ketika lepas berhubungan suami istri
  5. Ketika mimpi basah
  6. Ketika lepas melahirkan (wanita)

Yang pasti diharamkan bagi yang sedang HAID

  1. Shalat
  2. Saum
  3. Thawaf (mengelilingi ka’bah 7 keliling)
  4. Sa’i (berjalan antara buki safa dan marwa 7 kali juga)

Ada perbedaan pendapat tentang diharamkannya hal-hal berikut bagi orang HAID :

  1. Membaca Al-Qur’an (baik hafalan maupun dengan membaca mushaf). Imam syafi’i mengatakan tak boleh, sedangkan imam hanafi membolehkan.
  2. memasuki masjid. (hal ini terjadi ketika zaman Rasulullah dan masih belum ada pembalut)
  3. beri’tikaf dimasjid

Tata cara mandi janabat (Rukun)

  1. niat (boleh diucapkan, boleh tidak)
  2. meratakan air keseluruh tubuh

sunnah mandi janabat :

  1. mencuci tangan
  2. membersihkan alat vital
  3. membersihkan dari kotoran
  4. mendahuluan bagian kanan

Mandi sunnah ketika :

  1. sebelum shalat jum’at
  2. pada 2 hari raya
  3. setelah memandikan jenazah
  4. sadar dari mabuk/pingsan
  5. ketika melaksanakan haji atau umrah

3 darah yang keluar dari wanita

  1. HAID
    Alami terjadi saat baligh. Darah haid bisa terjadi sekejap (imam maliki). Darah haid bisa terjadi minimal sekali semalam (imam syafi’i). Darah haid bisa keluar minimal 3 malam (imam hanafi). HAID maksimal terjadi 15 hari
  2. Nifas
    Keluar darah setelah melahirkan. Nifas maksimal 40 hari (mayoritas ulama). Nifas maksimal 30 hari (imam syafi’i)
  3. Istihadah
    Keluar darah diluar masa haid.

Warna darah HAID dan Istihadhah dapat dibedakan. (meskipun sama-sama darah, namun warna merahnya dapat dibedaan)

Sumber : Kajian rutin

Tanda-tanda Kenabian Rasulullah

Mu’jizat : Sesuatu hal yang luar biasa dan menjadi kelebihan Rasul. Kelebihan rasul yang diberikan Allah diluar hal biasa untuk menangkal ketidak percayaan ummat.
Karomah : Kelebihan yang diberi Allah pada orang-orang shalih.
Ma’unah : Kelebihan yang diberikan kepada Orang biasa yang dikehendaki Allah.

Berikut merupakan tanda-tanda kenabian Muhammad :

  1. Waktu dalam rahim Aminah(ibunda rasulullah), beliau tidak merasakan lelah seperti orang-orang hamil pada umumnya
  2. Halimah Sya’diyah dapat mengeluarkan air susu untuk disusukan kepada Muhammad waktu masih kecil. (hal tersebut tidak terjadi ketika dilakukan pada bayi lain)
  3. Turunnya malaikan untuk membelah dada Muhammad dan membersihkan hatinya
  4. Ketika beranjak dewasa, beliau bijaksana, memiliki sifat-sifat unggulan. Misal pada kisah saat pemindahan Hajar Aswad di Makkah.
  5. Pendeta Bahira yang menyatakan kenabian Muhammad. Kemudian Waraqah bin Naufal juga menyatakan kenabiannya.
  6. Arsy Allah bergetar saat Nabi Muhammad dilahirkan.

Wujud dan Sifat Allah

Allah itu tak berwujud, artinya tak dapat dilihat manusia. Bukti bahwa Allah itu ada yaitu adalah pada ciptaan-Nya. Ketika kita melihat makhluk-makhluk Allah, pasti kita akan berfikir bahwa sebuah sistem yang rumit ini pasti ada penciptanya. Masjid ada yang menciptakan. Benda-benda juga ada yang menciptakan.

Dalil Fitrah
Ingatlah bahwa Diciptakan itu berbeda dengan dilahirkan. Seorang ibu itu melahirkan, namun Allah yang menciptakan dan meniupkan ruh kita. Yang menunjukkan kuasa-Nya adalah Setiap makhluk memiliki perbedaan, meskipun dasar penciptaannya sama. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya sang pencipta. Tidak mungkin semua itu dibuat secara tidak sengaja. Dan pencipta itu adalah Allah.

“Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari)

Dalil Alhissyi (Indrawi)
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa 76)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu…” (Al Anfaal 9)

Ketika kita berdoa kepada Allah, dan Allah memberikannya, meskipun pemberiannya itu bisa secara langsung maupun tak langsung.
Secara indrawi  kita mendengar dan menyaksikan terkabulnya do’a dari seorang hamba Allah, dan pertolongan Allah kepada hamba-Nya yang berada dalam musibah. Dan itu nyata

Dalil Aqly (akal)
Manusia diberikan kebaikan dengan ilmu, iman, dan akal kemudian amal menjadi buahnya. Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.
Manusia diberikan ilmu agar mengetahui, diberikan iman untuk mempercayai, dan diberikan akal agar berfikir mana yang benar dan mana yang salah.
Kenapa memilih Islam :
1) Agama yang realistis
2) Islam itu datangnya dari Allah (Ar-Rabbaniyah), Islam itu agama yang diridhoi Allah
3) Islam itu komprehensif/menyeluruh, maka masuklah secara kaffah

Dalil Athariq (Dalil Sejarah)
Ali-Imran : 157.

Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan Allah yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang telah berlaku di atas muka bumi.
• Q. 3:137, Sesungguhnya telah lalu beberapa peraturan (Allah) sebelum kamu, maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang mendustakan agama.
• Q. 7:176, Demikianlah umpamanya kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sebab itu kisahkanlah kisah itu, mudah-mudahan mereka berpikir.
• Q. 12:111, Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah (pengajaran) bagi orang-orang yang berakal.
• Q. 11:120, Setiap riwayat kami kisahkan kepadamu di antara perkhabaran para Rasul supaya Kami tenteramkan hatimu dengannya.

Sumber:

Ghaib……

Pernah mendengar kata GHAIB???
Tentu saja sudah bukan kata yang asing lagi, terutama teruntuk umat muslim.

Tapi sebenarnya GHAIB sendiri itu apa sih???
Banyak orang yang beranggapan bahwa Syaitan itu ghaib, Allah itu ghaib, Jin itu ghaib. Kalau saya menyatakan bahwa manusia itu ghaib benar gak ya???
Nah, dalam tulisan kali ini saya akan mengulas pengertian ghaib yang sesungguhnya.
Dalam sebuah kajian yang diselenggarakan di sebuah masjid, saya mendapati beberapa hal yang belum saya ketahui tentang makna sesungguhnya dari kata GHAIB. Memang benar Allah itu ghaib, syaitan itu ghaib, dan jin itu ghaib. Tak ada yang salah dengan itu semua. Namun kalau manusia itu ghaib?? Jangan katakan itu salah. Dan memang benar manusia itu ghaib pada kondisi tertentu. Ke ghaib-an manusia itu relatif terhadap manusia yang lainnya.
Maksudnya apanih??? Manusia itu ghaib relatif terhadap manusia lain??
Oke, saya jelaskan. Sebelumnya diharapkan pembaca mencermati betul pengertian Ghaib. Ghaib itu “tak terlihat”.

Allah?? Terlihatkah oleh mata kita?? Tidak
Jin?? Terlihatkah oleh manusia?? Tidak
Begitu juga Syaitan dan Malaikat. Itu lah yang dinamakan Ghaib. Karena tidak dapat dilihat oleh mata.

Ada kalanya manusia dikatakan Ghaib. Kapankah itu terjadi??
Semisal orang tua saya berada di Jawa Tengah, dan saya berada di Jawa Barat, saat itulah orang tua saya ghaib bagi saya, dan saya ghaib bagi orang tua saya. Mengapa demikian?? Sesuai dengan makna Ghaib, yang berarti “tak terlihat”. Karena saat itu saya tak melihat orang tua saya, maka orang tua saya ghaib bagi saya. Demikian pula yang sebaliknya. Semoga menjadi pencerahan. Mohon koreksinya jika ternyata ilmu yang saya dapatkan ini salah.