MENYIKAPI INFOTAINMENT

Infotainment merupakan salah satu dari bidang jurnalistik. Beberapa hari ini terakhir memang sempat muncul berita berupa video mesum antara Ariel, Luna, dan Cut Tari. Entah itu nyata atau tidak namun belum jelas kepastiannya. Dalam tanggapan saya ini sudah cukup melampaui batas. Pasalnya sudah sejak lama infotainment itu menyajikan berita-berita yang tidak berbobot. Dalam fiqh jurnalistik disajikan bahwa  tidak boleh menyebarkan berita-berita yang berbau mesum semacam itu. Dalam tanggapan saya apa yang diberitakan oleh infotainment selama ini sudah melampaui batas. Selama ini saya memperhatikan bahwa infotainment selalu memburu kehidupan-kehidupan artis. Dampak dari hal ini sangat luar biasa.

  1. Menimbulkan kesan figuritas pada seseorang
    Dalam hal ini infotainment bisa mempengaruhi pola pikir seseorang. Orang bisa terikat oleh kesan memfigurkan seseorang yang belum tentu itu orang yang baik. Tidak masalah kalau artis yang difigurkan itu punya perilaku yang baik. Yang jadi masalah adalah apabila artis-artis dengan pakaian yang tidak bener dan dandanan yang bermacam-macam menjadi figur masyarakat. Apalagi kalau yang memfigurkan adalah anak kecil. Bahaya! Apalagi kalau anak kecil itu bilang “Itu idolaku”. Itu sungguh dampak yang luar biasa negative. Ini yang memicu kemunduran moral generasi muda Indonesia.
  2. Menimbulkan fitnah
    Ini bisa saja terjadi. Dan ini sekarang menjadi budaya umum bangsa Indonesia. Misalnya dengan artis yang di gosipkan melakukan sesuatu yang buruk. Padahal belum tentu itu benar. Bahkan infotainment sendiri belum bisa menampilkan bukti akurat dari keburukan itu. Dari hal yang seperti itu masyarakat ada yang langsung menilai bahwa itu benar, itu begini, itu begitu. Ingat bahwa gossip itu merupakan bentuk dari Ghibah. Dan ghibah itu bagian kecil dari fitnah. Fitnah lebih kejam dari pada membunuh. Efek fitnah itu tidak akan berhenti selama orang yang difitnah itu masih hidup. Sehingga orang yang difitnah akan merasa tidak nyaman selama umur hidupnya. Kejam kan! Tidak nyaman seumur hidup! Dari sini terbentuk pola pikir bahwa jurnalistik sebagai media pendidikan masyarakat, kini berubah menjadi media biang fitnah.
  3. Mencoreng nama baik orang
    Ini efek yang ditimbulkan setelah terjadinya fitnah. Nama baik orang yang difitnah bisa saja terserang. Bisa saja pandangan semua orang terhadap orang yang dfitnah tersebut menjadi buruk. Kalau anda menjadi orang yang difitnah tersebut kira-kira anda akan tahan gak dengan hinaan dan berbagai celaan yang datang ke anda? Bisa tahan gak ketika kontrak kerja anda diputus sama perusahaan atau kantor anda gara-gara anda difitnah? Cara terbaik mengetahui perasaan orang itu dengan menempatkan diri anda di posisi orang tersebut.

Sebenarnya tidak cuma tiga alasan itu saja. Media jurnalistik merupakan media yang wajib dibekali pemerintah karena meciptakan generasi masyarakat yang cerdas dan dewasa. Namun bagaimana dengan yang satu ini. Bisa dibilang media yang mencerdaskan masyarakat gak? Sesuai gak dengan “Mencerdaskan kehidupan bangsa”.Tafadhol tanggapan anda……

Resensi : Zero to Hero

Judul : “ZERO to HERO”

Penulis : Solihin Abu Izzudin

Penerbit : Pro-U media

Tahun : Februari 2006

Halaman : 300 halaman.

Email penerbit : proumedia@gmail.com

Buku ini merupakan salah satu buku motivator yang sangat bagus. Dengan subtitle “Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Pribadi Luar Biasa”, buku ini lebih mengundang banyak peminat/pembaca buku untuk membaca buku ini. Buku ini memberikan motivasi untuk menggali potensi yang ada dalam diri seseorang, dengan memberikan contoh-contoh teladan yang ada di zaman Rasulullah SAW. Dari segi bahasanya, bahasa yang digunakan dalam buku ini lebih ke bahasa gaul anak remaja zaman sekarang ini. Sehingga menambah ketertarikan dan membuat orang ketagihan untuk membaca buku. Buku ini terkesan lebih menarik dengan adanya bait-bait puisi ataupun pantun yang ada di dalamnya.  Misalnya seperti ini :

Gunung kan kudaki

Lautan kan kusebrangi

Sawah-sawah kucangkuli

Lapangan pun kan kusapu tiap hari

Asal sukses dapat kuraih

Dalam buku ini kita sebagai pembaca lebih ditekankan untuk meneladani para tokoh-tokoh Islam yang ada dalam buku tersebut seperti seorang Imam Syafi’I yang dulu menjadi mufti kecil di usianya yang masih kecil, dan juga ditekankan bagi kita untuk dapat memanfaatkan momentum-momentum , waktu, dan massa yang ada dengan sebaik mungkin tanpa harus mensia-siakan waktunya.

Kelebihan buku ini jika dipandang dari sudut harga termasuk dalam kategori murah. Untuk buku setebal 300 halaman kita hanya perlu merogoh kantong dengan uang kira-kira kurang dari 30.000 rupiah. (less than/  harga buku < 30.000).

Namun, selain kelebihan buku ini juga memiliki kekurangan. Misalnya seperti banyaknya pengulangan beberapa hal yang pernah disampaikan sebelumnya. Tapi hal ini juga bisa di pandang sebagai kelebihan. Mungkin penulis bermaksud untuk menekankan bukunya pada hal yang diulang-ulang tersebut. “Belilah dan selamat membaca, agar kamu lebih mengetahuinya, gak akan nyesel kok, dapet ilmu dapet tau, dapet derajat di sisi-Nya”.

MEDIA ATAU UANG KAH YANG SUDAH BERKATA?

Beberapa bulan ini saya perhatikan situasi politik di Indonesia. Terlihat di dalam situasi politik ini ada beberapa kejanggalan. Kejanggalan itu semakin tampak dengan salahnya sebuah fungsi yang tak berjalan semestinya. Itulah kejanggalan yang saya perhatikan di beberapa media. Yang ingin saya tanyakan adalah salah satu fungsi media apa sih? Kenapa media saat ini seakan-akan menutupi situasi politik di Indonesia. Mungkin tak perlu saya sebutkan nama medianya. Ingatkah bahwa salah satu fungsi media adalah fungsi untuk “mencerdaskan masyarakat” bukan untuk menutupi kebejatan politik di tengah masyarakat. Toh masyarakat sudah cukup menjadi korban, dari kebohongan politik. Contoh kecilnya saja, bagaimana kasus century hingga saat ini? Masih tak jelas keberadaan kasusnya. Padahal itu adalah berita hangat, namun keberadaanya hingga kini sudah sulit dicari jejaknya. Tidak jelas juga tindak lanjutnya. Malah kebanyakan media beralih ke kasus anarkisme saat demonstrasi di Jakarta kemarin. Ada beberapa kemungkingan yang ada dalam pikiran saya saat ini. Yang pertama adalah dialihkan kemanakah fungsi media sebagai sarana untuk “mencerdaskan masyarakat”? Apakah yang terjadi dengan media. Yang kedua adalah mungkinkah uang yang berkata untuk mengubah situasi politik saat ini? Apakah yang terjadi pada para demonstran yang anarkis kemarin. Apakah ada diantara mereka yang telah di kenalkan pada uang oleh seseorang agar mereka melakukan tindak anarkis pada saat demonstrasi hingga hingga situasi politik lebih panas dan mengarah pada tindak anarkis tersebut dan akhirnya para media beralih perhatian ke tindak anarkis tersebut? Perlu untuk dipertanyakan.