Mengejar Rona Warna Kehidupan untuk Kembali Kepada-Nya

Hidup adalah sebuah anugrah dari yang Maha Kuasa. Sering kali kita tidak pernah menyadari arti hidup ini.  Betapa berharganya waktu yang kita miliki. Betapa berharga nikmat hidup yang telah Dia berikan kepada kita sebagai hamba-Nya. Betapa pentingnya nikmat sehat yang selama ini kita harapkan terus dan terus mengalir. Betapa nikmatnya ilmu dunia yang memberikan berbagai warna-warni di setiap kaki melangkah. Betapa indahnya setiap jengkal mata memandang dan melihat apa-apa yang sedang terjadi.

Kita sering melupakan hal-hal kecil itu. Pemberian dari-Nya yang tiada pernah dapat tergantikan bahkan dengan kata-kata sekalipun. Akan tetapi nikmat-nikmat itulah yang sering kita lupakan dan kita anggap hal tersebut adalah suatu hal yang biasa-biasa saja. Bagaimana ketika Allah mencabut semua Indra yang kita miliki? Betapa payahnya kita jika hal tersebut terjadi.

“Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban”
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Dalam surat Ar-Rahman, ayat tersebut di sebutkan sebanyak 31 kali. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bagi kita untuk mensyukuri nikmat-nikmat-Nya selama ini. Terlalu sering kita manusia melupakan nikmat-nikmat itu. Padahal sungguh luar biasa nikmat tersebut telah menempel pada kita. Begitu detil dari yang besar sampai nikmat terkecil sekalipun, Allah telah memberikannya kepada kita.

Sahabat,..
Cobalah sejenak kita mengistirahatkan diri dan men-tadzaburi Al-Qur’an yang diturunkan oleh-Nya. Terkadang kita lupa, atau bahkan tidak mau untuk membacanya. Terkadang kita hanya sekedar membaca tetapi tak mau memahaminya. Melewatkan ayat demi ayat tanpa kita sadari betapa sering Allah kita mengingatkan di dalam Al-Qur’an bahwa nikmat yang kita miliki saat ini adalah titipan dari-Nya. Sungguh telah disebutkan dalam surat Ar-Rahman sebanyak 31 kali “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”. Bukalah pintu hati kita agar kita semakin dekat kepada-Nya dan semakin mengerti untuk apa kita hidup di dunia ini.

“Wa maa kholaqtul jinna wal insa illa liyaghbuduun”
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku

Dalam surat Adz-Dzariat ayat 56 tersebut jelaslah bagi kita apa kehendak Allah kepada kita. Mengapa kita diciptakan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk beribadah kepada-Nya. Inilah tugas kita sebagai hamba-Nya. Tugas yang selama ini sering kita sia-siakan bahkan sering kita lupakan. Semuanya jelas disebutkan dalam Al-Qur’an. Hanya saja kita hamba-Nya yang selalu lalai dan tidak peduli terhadap tanda-tanda kekuasaanNya.

Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
(QS. Al-Baqarah [2]:2)

Dan sesungguhnya Allah telah menurunkan Al-Qur’an tersebut untuk menjadi petunjuk untuk mengejar Rona-rona warna kehidupan yang sementara ini agar kita selamat di kehidupan akhirat nanti. Semoga kita semakin sadar dan semakin mengerti bahwa hidup kita di dunia ini hanyalah ujian dari-Nya semata. Allah ingin menguji kita apakah kita pantas dan layak untuk masuk ke dalam Surga-Nya. Maka dari itu perlakukan lah hidup kita ini sebaik-baiknya agar tidak menyesal kemudian hari nanti.

Allaahummaghfirlanaa, yaa Allah ampunilah kami, atas apa-apa yang selama ini telah kami lalaikan dari-Mu.

Awas! Anak suka Nonton Sinetron? Bahaya…


“Penyebab hancurnya peradaban bangsa adalah perilaku buruk generasi muda yang sudah mengakar dan menancap dalam, lalu menjadi sebuah budaya”

Pada dasarnya sinetron merupakan singkatan dari kata “sinema” dan “elektronik”.  Dari dua kata ini saja kita sudah dapat mengartikan bahwa sinetron adalah sebuah sinema yang disiarkan melalui media elektronik. Acara seperti ini biasa di tayangkan melalui televisi.

Sinetron merupakan hiburan yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini menjadi sebuah hal yang membudaya di penjuru masyarakat luas. Acap kali setiap orang yang punya televisi juga suka menonton sinetron.

Dalam sebuah penelitian Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah NTT Mutiara Mauboy mengatakan sebanyak 81% anak di provinsi kepulaun itu menghabiskan waktunya setiap hari menonton televisi bersegmen hiburan dan sinetron. Sebagai sampel data hal tersebut bukanlah sesuatu yang asing lagi.

Dengan tidak menafikkan fakta tersebut secara tak langsung, maka ada sebuah fakta yang cukup mengejutkan. Dengan sampel berupa fakta tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar dari anak-anak bangsa telah terjangkit oleh VCS (Virus Cinta Sinetron). Virus yang mempunyai notabene sebagai media penghibur.

Lantas mengapa di sebut sebagai virus? Virus adalah parasit yang diam-diam namun mematikan. Tak lepas dari hal tersebut, jika di analogikan bahwa sinetron adalah virus, maka berarti bahwa sinetron itu mempunyai daya parasit yang sangat hebat. Dan yang perlu digaris bawahi bahwa pemikiran manusia lah sebagai inang yang akan ditempeli oleh parasit tersebut (sinetron).

Secara sadar ataupun tidak bangsa ini sedang dijajah pemikirannya. Dan yang lebih mengejutkan perlu diakui bahwa sinetron merupakan bentuk penjajahan pemikiran tersebut. Statement ini sangat realistis, sejalan dengan fakta linkungan yang terjadi di Negara Indonesia saat ini. Banyak perubahan pola hidup di era ini, terutama di kalangan pemuda. Perilaku dan norma positif di masyarakat zaman dahulu akan sangat berbeda jauh dengan zaman sekarang. Tata cara bergaul orang zaman dahulu lebih baik dari pada yang terjadi saat ini.

Perlu diakui bahwa fakta-fakta tentang perubahan dari zaman-kezaman ini tidak  lazim. Selazimnya adalah perubahan ke arah yang lebih baik, dengan meninggalkan keburukan. Namun faktanya adalah perubahan kearah yang lebih baik ada namun, perubahan kearah keburukan pun juga tak kalah dominan. Inilah bentuk penjajahan pemikiran yang kurang lebihnya berasal dari sinetron.

Cara berpakaian artis pun ditiru oleh anak-anak muda zaman sekarang. Padahal cara berpakaian itu tidak semuanya baik dan memenuhi norma positif yang berlaku, namun ditiru mentah-mentah dan dijadikan sebagai hal yang fashionable dan ngetrend. Akhirnya hal yang demikian lambat laun dianggap sebagai sebuah kewajaran. Dengan demikian, terjadilah degradasi moral di tiap zaman dari hasil penjajahan pemikiran tersebut, meskipun sedikit demi sedikit dan tak begitu frontal. Pada akhirnya tak hanya cara berpakaian saja yang ditirukan, namun pola hidup artis juga mereka tirukan. Secara tidak sadar, budaya tersebut merupakan budaya barat yang secara kearifan lokal, tingkat nilai kepositifannya jauh dibawah kearifan lokal yang sebenarnya ada di Indonesia. Secara logis dapat di perkirakan dengan kondisi seperti ini tak lama lagi budaya Indonesia akan benar-benar sama dengan budaya barat.

Bukti dari perubahan-perubahan perilaku masyarakat terutama dikalangan pemuda adalah sudah maraknya free sex. Jika dibandingkan dengan pemuda zaman dahulu, maka persentase free sex itu akan terlihat jauh. Perilaku free sex mengembang di Indonesia dengan persentase yang terus menaik dari tahun ke tahun.

Kapan kah penjajahan pemikiran tersebut mulai terjadi? Secara simpel dan sederhana bisa dikatakan bahwa penjajahan itu dimulai sejak anak-anak masih berusia dini. Ketika masih kanak-kanak, seseorang akan mudah di tempeli dengan kebudayaan-kebudayaan yang bernotabene aman, namun memiliki makna terselubung. Anak-anak akan lebih mudah diracuni pemikirannya sehingga pemikiran tersebut menjadi sebuah cara pandang (paradigma) yang wajar tanpa membedakan itu baik atau buruk. Pada akhirnya cara pandang tersebut akan membawa seorang anak kepada sebuah kebiasaan yang dianggapnya sebagai suatu kebiasaan yang wajar tanpa peduli seperti apa pandangan orang lain terhadap hal tersebut. Kebiasaan tersebut akan menjadi budaya apabila seluruh orang disekitarnya juga memiliki sebuah pemikiran yang sama secara kontekstual dan mendukung kebiasaan tersebut. Hal ini akan menjadi sebuah awal mula infiltrasi budaya lain ke dalam budaya lokal. Lambat laun proses infiltrasi tersebut akan menyebar dan mewabah jika tidak segera dilakukan penanganan.

Dari manakah awal mula munculnya pemikiran-pemikiran yang bertolak belakang dengan kearifan lokal budaya di Indonesia? Melihat kondisi-kondisi tersebut akan dapat disimpulkan bahwa awal mulanya adalah dari sinetron. Perhatikan saja konten sinetron-sinetron di Indonesia saat ini. Sama sekali tidak ada yang berbau pendidikan. Budaya dan pola hidup yang ditawarkan sinetron juga buruk dan lebay. Akhirnya pemirsa sinetron bersangkutan juga ikut-ikutan lebay. Bisa jadi mulai dari cara bicara, berjalan, berpakaian, dan hal-hal lainnya akan sangat berefek di masyarakat luas.

Untuk mencegah hal ini terjadi perlu sebuah tindak lanjut dan perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Apabila hal seperti ini dibiarkan, budaya Indonesia lama-lama akan hilang dari peradaban.

Ingat lah bahwa anak-anak adalah penerus generasi dimasa yang akan datang. Perlu pendidikan yang benar dan matang. Terlebih lagi bahwa ada fakta yang menunjukkan, keteladanan merupakan faktor utama pembentukan kepribadian anak-anak. Jika teladannya sudah salah, maka kepribadiannya juga akan salah. Jika teladannya tokoh sinetron, maka kedepan jangan salahkan siapapun jika tokoh sinetron tersebut menjadi role model (peran model) dan contoh anak tersebut dalam berperilaku dari berbagai aspeknya. Dan yang perlu diperhatikan adalah jika hal tersebut terlanjur menjadi kebiasaan, maka akan sangat sulit mengubahnya, karena kebiasaan itu berasal dari pemikiran yang sudah terlanjur mengakar di hati dan pikirannya. Sama halnya dengan pohon beringin yang akan sulit di cabut karena akarnya sudah menancap dalam dan bercabang-cabang. Berikanlah teladan yang baik kepada calon-calon penggenggam masa depan bangsa.

Awas bahaya berlarut-larut melihat sinetron!!!…….